Oleh: Siti Fatimah
Berbagai fenomena telah terjadi di Indonesia yang mana berkaitan dengan pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) salah satunya yakni Pernikahan dini dimana telah menjadi praktik lama yang marak terjadi hingga saat ini. Pernikahan dini dapat dikatakan sebagai pelanggaran HAM karena termasuk jenis pelanggaran dalam hak anak sebagaimana yang tercantum dalam UU No. 23/2002 dan UU No. 35/2014 tentang Perlindungan Anak. Pada UU tersebut terdapat penjelasan terkait pelarangan terhadap perlakuan diskriminatif kepada anak yang mana dapat mengakibatkan kerugian pada anak baik materi maupun moril dimana nantinya dapat berpengaruh terhadap fungsi sosial anak tersebut. Di Indonesia sendiri fenomena ini telah menjadi sebuah culture yang keberadaannya sulit untuk dihilangkan apalagi pada masyarakat pedesaan yang kental akan budaya dan adat istiadatnya. Dilansir dari kompas.com bahwa Komnas perempuan telah mencatat pada tahun 2020 terdapat sebanyak 64.211 kasus pernikahan dini kemudian pada tahun 2021 terdapat 59.709 kasus yang mana diberikan dispensasi oleh Pengadilan Agama. Walaupun terjadi penurunan angka pernikahan dini namun jika dibandingkan pada tahun 2019 sangat jauh karena pada tahun tersebut angka kasus ini hanya mencapai 22.126 anak.
Batas usia pernikahan seseorang telah diatur dalam UU No. 16 Tahun 2019 Tentang Perkawinan dimana dalam UU tersebut dijelaskan bahwa pernikahan dapat dilakukan apabila telah mencapai umur 19 tahun sehingga apabila belum mencapai umur tersebut maka seseorang tidak diperkenankan dan tidak diterima oleh (Kantor Urusan Agama) KUA setempat. Landasan yuridis ini seharusnya menjadi dasar hukum paling kuat dalam mengatasi adanya praktik pernikahan dini, Namun dalam penerapannya aturan ini pun belum juga menurunkan angka pernikahan dini secara signifikan.
Persebaran berita pernikahan dini juga telah banyak ditemukan di media sosial bahkan tak jarang orang yang membagikan pengalamannya dalam pernikahan dini seperti yang dilakukan oleh salah satu youtuber yakni Adhiguna yang sempat viral pada tahun 2019 lalu dimana dia menikahi anak perempuan yang usianya masih 16 tahun yakni Sabrina Sosiawan yang berprofesi sebagai selebgram. Tindakan ini tentu menuai banyak komentar dari publik dimana dengan unggahan video tersebut maka akan menjadi inspirasi bagi para remaja lainnya untuk melakukan pernikahan dini sehingga nantinya malah menyebabkan adanya normalisasi praktik pernikahan dini. Indonesia sendiri mengalami ketertinggalan penanganan kasus ini dibandingkan negara lain di dunia utamanya negara maju terbukti dengan data yang diperoleh dari kompas.com bahwa Indonesia menjadi peringkat 2 dengan jumlah angka pernikahan dini di ASEAN dan peringkat 8 dunia pada kasus ini.
Tingginya angka pernikahan dini tersebut menunjukkan rendahnya kualitas HAM di Indonesia. Setiap individu memiliki hak dalam memperoleh perlindungan dan perlakuan yang sama untuk menghindari perilaku diskriminasi. Dalam kasus pernikahan dini, HAM memiliki peranan penting dimana seharusnya dengan adanya HAM maka setiap masyarakat sadar bahwa anak yang memang belum memiliki batas umur menikah sudah seharusnya masih menikmati masa remajanya. Namun pada kenyataanya tidak menunjukkan sebagaimana demikian karena terdapat beberapa faktor yang menjadi penyebab sulitnya menghilangkan budaya pernikahan dini ini yakni sebagai berikut.
- Ekonomi
Ekonomi dapat mempengaruhi adanya praktik pernikahan dini ini. Keluarga dari kalangan tidak mampu akan cenderung tidak memiliki biaya dalam memberikan pendidikan kepada anak-anaknya sehingga keluarga dengan ekonomi seperti ini khususnya yang memiliki anak perempuan akan dengan senang hati untuk menikahkan anaknya agar nantinya setelah berkeluarga anaknya mendapatkan biaya dari sang suami.
- Pendidikan
Pendidikan tentu sangat berpengaruh terhadap pemikiran setiap individu, semakin tinggi pendidikan maka semakin luas pula pemikiran yang dimiliki begitu juga sebaliknya dengan orang yang pendidikannya cenderung lebih rendah. Pendidikan mampu menciptakan inovasi, kreativitas, pada diri seseorang dimana dia dapat mengembangkan dirinya sendiri, memiliki target masa depan sehingga mereka akan tahu tentang pentingnya meraih masa depan sebelum melakukan pernikahan.
- Budaya Patriarki
Budaya tradisi Jawa turut menjadi salah satu penyebab terhadap tingginya angka dari pernikahan dini. Budaya Jawa memang masih sangat kental utamanya pedesaan, apabila seorang perempuan telah ada yang melamar maka lamaran tersebut harus diterima karena menurut adat Jawa apabila lamaran tersebut tidak diterima maka anak perempuan tersebut akan sulit mendapatkan jodoh nantinya. Dengan adanya kepercayaan ini maka menunjukkan bahwa masyarakat pedesaan masih kental dengan budaya patriarki.
- Sosial
Dalam kehidupan anak pada usia remaja banyak dari mereka yang terkadang melanggar norma agama sehingga menyebabkan terjadinya kehamilan. Dengan adanya kehamilan tersebut tentu akan membuat suatu Pengadilan Agama memberikan dispensasi untuk melakukan pernikahan. Faktor ini menjadi menjadi salah satu faktor yang paling banyak dijumpai dalam masyarakat baik dari perkotaan maupun pedesaan.
Praktik pernikahan dini ini menunjukkan bahwa orangtua telah mengambil hak anak dalam menikmati masa remajanya tersebut yang mana akibat dari pernikahan dini juga patut dipikirkan karena akan berdampak pada berbagai bidang yakni kesehatan, ekonomi, dan budaya. Berbagai dampak diakibatkan dari adanya pernikahan dini seperti pada saat proses kehamilan akan mengalami anemia kemudian juga bayi akan yang terlahir memiliki resiko berat badan yang tidak normal serta bayi tersebut tidak mendapatkan ASI yang eksklusif. Dalam bidang ekonomi, pernikahan dini terutama bagi perempuan memiliki pengaruh dalam perekonomian Indonesia sehingga dengan adanya pernikahan dini ini menjadi salah satu penghambat terhadap perekonomian Indonesia karena investasi pada anak perempuan terutama pada masa reproduktif memiliki manfaat yang besar. Dalam bidang budaya pernikahan dini nantinya akan menjadi sebuah praktik yg banyak dilakukan karena dianggap telah biasa dilakukan semua orang sehingga mereka akan banyak yang berpikiran bahwa pernikahan dini adalah salah satu hal yg bersifat umum dan menjadi budaya masyarakat setempat utamanya pedesaan.
Pemerintah perlu mempertegas terkait penegakan HAM dalam kasus pernikahan dini karena fenomena ini telah membudaya dalam lingkungan masyarakat, jika hal ini dibiarkan maka akan menimbulkan dampak buruk bagi para pelaku pernikahan dini maupun bagi Indonesia kedepannya dimana Indonesia akan kehilangan generasi penerus yang menjadi aset negara untuk membantu dalam kemajuan negara di masa depan. Sehingga dalam hal ini penulis menyarankan sebuah solusi berdasarkan permasalahan yang telah dipaparkan yaitu melalui program dimana dikhususkan untuk menekan angka pernikahan dini seperti memperluas keberadaan Forum GenRe di berbagai kabupaten, KUA yang langsung turun tangan dalam melakukan sosialisasi dengan menggandeng beberapa remaja dari setiap perwakilan desa untuk mendapatkan pendidikan akan pentingnya karir masa depan, kemudian juga kerjasama antara KUA dengan beberapa lembaga terkait seperti pemerintah kabupaten maupun Dinas Sosial untuk bersama-sama ikut turun dalam memberantas adanya praktik pernikahan dini.
Editor: Nazarru Djalu Ulhaqi
REFERENSI
Ansori, A. (2021, February 18). KemenPPPA: Perkawinan Anak adalah Bentuk Pelanggaran HAM. Retrieved From Liputan6.com : https://m.liputan6.com/health/read/4486339/kemenpppa-perkawinan-anak- adalah-bentuk-pelanggaran-ham. Diakses pada 7 Januari 2023
Harruma,I. (2022, October 2 ). Kasus Pernikahan Dini di Indonesia. Retrieved From Kompas.com : https://nasional.kompas.com/read/2022/10/02/00000061/kasus-pernikahan- dini-di- indonesia#:~:text=Komnas%20Perempuan%20mencatat%2C%20sepanjang
%20tahun,yang%20berjumlah%2023.126%20pernikahan%20anak. Diakses pada 1 Januari 2023
Pramana, I. (2018). Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pernikahan Usia Dini Pada Remaja Wanita. Jurnal Keperawatan Suaka Insan, Vol 3(2), 1-14.
Pramita, E. (2021, May 20). Peringkat Ke-2 di ASEAN, Begini Situasi Perkawinan Anak di Indonesia. Retrieved From Kompas.com : https://www.kompas.com/sains/read/2021/05/20/190300123/peringkat-ke-2- di-asean-begini-situasi-perkawinan-anak-di-indonesia. Diakses pada 1 Januari 2023
Umasugi, R. (2019, Match 12). KPAI : Angka Pernikahan Dini Lebih Tinggi di Desa. Retrieved From Kompas.com : https://amp.kompas.com/megapolitan/read/2019/03/12/15270731/kpai- angka-pernikahan-dini-lebih-tinggi-di-desa. Diakses pada 1 Januari 2023
Undang-undang Nomor 16 Tahun 2019 Tentang Perkawinan
UU No. 23/2002 dan UU No. 35/2014 tentang Perlindungan Anak
2 Komentar
💯💯💯💯
BalasHapussetuju banget sii sama paragraf terakhir, semoga cepet direalisasikan
BalasHapus