LPM basic FMIPA UB — PMK (Penyakit Kuku dan Mulut) yang juga dikenal dengan FMD (Foot and Mouth Disease) merupakan sebuah penyakit pada hewan yang bersifat menular dan disebabkan oleh virus yang akhir-akhir ini kembali mewabah di beberapa di daerah di Indonesia. Meninjau dari situs siagapmk.id, lebih dari 200.000 hewan telah terjangkit PMK. Hewan yang terjangkit tersebut tersebar di 19 provinsi yang kemudian menyebar di 206 kabupaten/kota. Provinsi Jawa Timur tercatat sebagai provinsi dengan kasus terbanyak mencapai 83.491 hewan terpapar PMK. Hingga Senin (20/6), tercatat telah sembuh sebanyak 66.582 ekor hewan, 1.888 lainnya telah dipotong bersyarat, dan 1.222 yang lainnya lagi telah mati.
Mewabahnya PMK pada beberapa hewan
ternak khususnya sapi menimbulkan kekhawatiran di tengah masyarakat mengingat
saat ini mendekati momen Idul Adha. Hal ini dikarenakan sudah menjadi sebuah
rutinitas warga Indonesia yang beragama muslim akan mulai memilih dan membeli
hewan ternak untuk dikurbankan, salah satunya sapi. Namun, adanya wabah PMK ini
pembeli pun akan berpikir dua kali untuk membeli sapi sebagai hewan kurban.
Dilansir dari tempo.co, adanya wabah ini membuat para pembeli ragu untuk
membeli sapi dan lebih memilih untuk membeli domba. Meskipun PMK tidak dapat
menyebar kepada manusia dan daging yang dihasilkan pun masih bisa dibilang baik
untuk dikonsumsi (hanya terdapat beberapa bagian yang tidak boleh untuk
dimakan), tidak bisa dipungkiri bahwa adanya wabah PMK ini sangat berdampak
buruk bagi bidang peternakan dan perekonomian.
Kerugian pada bidang peternakan
sangat nyata dengan banyaknya hewan yang mati karena wabah ini. Begitu juga di
bidang perekonomian. Minimnya jumlah hewan ternak, khususnya sapi mengakibatkan
ketersediaan bahan mentah yang dapat diolah juga mengalami penurunan dan harga
daging sapi tersebut mengalami kenaikan. Jika PMK tidak segera ditangani, maka
kerugian yang didapatkan akan semakin besar.
Persoalan ini tentunya sudah
didengar oleh pemerintah. Menyikapi hal ini pemerintah melalui Kementerian
Pertanian mulai mengedarkan vaksin yang akan dibagikan kepada hewan ternak.
Pelaksanaan vaksinasi diprioritaskan bagi hewan sehat yang berada di wilayah
zona merah atau zona tertular PMK. Kegiatan ini merupakan salah satu upaya
serius dari pemerintah yang dilakukan secara permanen dalam rangka pencegahan
dan pengendalian PMK melalui pengebalan hewan yang rentan PMK. Vaksinasi
dimulai dari Jawa Timur yang merupakan provinsi dengan kasus PMK tertinggi.
Menteri Pertanian juga mengungkap bahwa pemerintah telah membentuk gugus tugas
dan crisis center untuk penanganan
PMK, mulai dari tingkat kabupaten/kota hingga tingkat provinsi.
Vaksinasi PMK pertama kali dilakukan
pada 14 Juni 2022 di Kabupaten Sidoarjo yang selanjutnya akan didorong untuk
vaksinasi dasar (dua kali dengan jarak 1 bulan) dan booster vaksin setiap 6
bulan. Untuk melaksanakan vaksinasi, dibutuhkan 1.872 tenaga medis dan 4.421
paramedis. Kedepannya, dibutuhkan sekitar 28 juta dosis vaksinasi, sedangkan
untuk saat ini sudah diimpor sebanyak 3 juta dosis yang mana 0,8 juta dosis
dalam pengadaan pemerintah dan 2,2 juta dosis sedang proses refocusing
untuk pembiayaan anggaran. Dalam penyediaan vaksin untuk 3 bulan mendatang
mampu mendapatkan lebih dari 16 juta dosis dari importir vaksin.
Lebih lanjut, dalam mendukung
penanganan PMK, pemerintah memutuskan untuk menggunakan dana APBN, APBD, dan
sumber lainnya, terutama dalam melaksanalan rencana pemberian santunan bagi
peternak, bagi yang hewan ternaknya mati terkena PMK, atau karena adanya potong
paksa. Bukan hanya itu, pemerintah pun telah membentuk Tim Pengendalian dan
Penanganan PMK yang ada di bawah kontrol Kementerian Pertanian dan didukung
BNPB. Selain itu, lalu lintas hewan pun diperketat. Hewan ternak dilarang atau
di-lock down di wilayahnya untuk
menghindari adanya kemungkinan tertular dari hewan ternak yang lain. (nr)
0 Komentar