“Jangan
jawab suara ketukan dibelakang pintu ini sebelum kau memastikan para merpati
bukanlah orang yang berada dibalik sana.”
Sosok itu terdiam. Matanya terus menelisik
kedalam lembaran kertas notes yang dia temukan terselip di bawah pintu
apartemennya.
Deru truk dan mobil yang melintas menembus
celah-celah tembok kusam apartemen itu. Kota pelabuhan Terminal Nomor 9 memang
tak pernah sepi setiap saatnya. Kadang sirene polisi dan ambulans juga
berseliweran, meskipun tak banyak yang curiga atau bertanya-tanya. Separuh
kemungkinan dari penyebab keberadaan kendaraan tersebut tidak akan jauh dari
gangster jalanan yang sering berkeliaran di kota ini, menyebarkan bau busuk
kriminalitas khas kota pelabuhan.
Dia juga gangster. kejadian luar biasa beberapa
hari yang lalu telah mengubah jalan hidupnya. Memberi dia lebih banyak alasan
untuk berusaha bertahan hidup. Terhadap lingkungannya yang kotor dan penuh
darah dia tak peduli. Dia lebih sering menyelipkan harapan dan mimpinya dibalik
nama kotanya yang telah berkarat. Sementara orang lain belum tentu yakin akan
mimpinya tersebut. tetapi dia tau, dia punya kawan-kawan seperjuangan yang juga
memiliki harapan yang sama terhadap kota tercinta mereka.
---- 3 Hari yang lalu, Jaringan Irigasi
Terminal Nomor 9 ----
Sesa menelengkupkan sebagian besar jari-jemari
tangannya untuk menutup hidungnya rapat-rapat. Didepannya seorang pria sedang
berusaha memutar tuas saluran pembuangan air tempat itu, menghiraukan gangguan
dari bau busuk yang sewaktu-waktu dapat mencemari otak mereka. Setidaknya pria
itu tahu, otak mereka jauh lebih kotor daripada saluran got manapun.
Tuas itu berhasil digerakkan, karatnya memang
tebal namun otot pria itu bisa mengatasinya. Aliran listrik ditempat itu
berhasil dia nyalakan. Senyumnya merekah melihat tidak ada halangan berarti
yang menghadang rencana ini.
"Kau
masuklah dan temukan barang itu, biar aku berjaga di sini. Cepatlah!."
Sesa mengangguk, dia bergerak lebih kedalam
lagi. Sebenarnya dia benci melakukan hal ini. Apa yang dilakukannya saat Ini
betul-betul ilegal dan berbahaya, namun bayaran yang orang itu tawarkan cukup
untuk menghidupinya beberapa bulan kedepan.
Lampu yang bercahaya menyambutnya setiap
beberapa belas langkah. Cahaya kekuningannya menerangi jalannya walau temaram.
Dia tidak mengerti begitu haruskah pemerintah memasang lampu penerangan
ditempat ini, selain petugas gorong-gorong yang mungkin takkan betah
berlama-lama di bawah sini, jalur ini sangat berguna untuk penyeludupan barang
maupun persembunyian orang-orang berbahaya.
"Atau
ini hanya pancingan," gumamnya menyingkirkan suasana sepi yang menghantui
tempat itu. Dia terus melangkah menapaki lorong itu sendirian. Langkahnya baru
berhenti saat matanya menangkap sesuatu yang berkilau menempel di langit-langit
tempat itu.
Dinamit ?
Tinggi tempat ini sekitar 5 meter, benda itu
berada ditempat yang tak bisa dijangkau matanya untuk memastikan apakah itu
merupakan peringatan yang tak mereka ketahui sebelumnya. Akhirnya Sesa
memutuskan untuk menghubungi pria tadi dengan handphonenya karena takut akan
terjadi sesuatu kalau dia mengabaikan benda itu.
“Harley,
aku melihat benda aneh di atas lorong ini”
"Ad-
apa, -au me--muka- nya ?."
Gangguan sinyal, Sesa masih terdiam. Ini
normal, pikirnya.
"Belum.
Ada benda aneh di atas kepalaku saat ini. Aku tidak dapat memastikannya, jadi
kalau kau merasa khawatir mungkin kita bisa lanjutkan lain waktu. Biar kufoto
benda itu untuk kita selidiki bersama."
Entah rekannya mengerti apa yang dia katakan,
sementara gangguan sinyal masih berlangsung. Dia segera melakukan rencananya
setelah menutup teleponnya. Efisiensi waktu nomor satu pikirnya.
Selesai memfoto benda itu beberapa jepretan.
Dia segera beranjak kembali. Langkahnya menggema didalam sana. Kupingnya tetap
peka mendengarkan tetesan-tetesan air dan suara hewan got yang turut dia temui,
selain bau busuk yang telah akrab dengan hidungnya.
"Hei
apa yang kau lakukan di sini..."
Langkah Sesa terhenti saat telinganya menangkap
suara seseorang diseberang sana. Tinggal beberapa belokan lagi sebelum dia akan
menemukan tempat mereka memulai semua ini. Dan suara tadi telah menyengat
jantungnya, itu bukan berasal dari rekannya.
"Turunkan
senjatamu, hentikan !"
Suara tembakan terdengar tepat setelah kalimat
itu berakhir. Sesa terdiam sementara peluhnya membanjiri sekujur tubuhnya.
Jelas itu bukan pertanda baik bagi kelangsungan rencana ini.
"Mereka
menemukan kita," rekannya muncul dari balik tembok dengan memegang sepucuk
pistol hitam ditangan kirinya. "Tak ada jalan keluar dibelakang sana,
terus bergerak."
“Sial,”
umpat Sesa dalam hati.
Orang itu berjalan memimpin didepan. Sesa
mengikuti langkahnya sambil sesekali mengawasi lorong-lorong lain disekitar
mereka.
"Apa
tidak sebaiknya kita menghubungi orang-orang di permukaan."
"Jaringan
komunikasi sedang terganggu. Bukan karena tempat ini tak dapat dijangkau
sinyal. Para Merpati baru saja menghancurkan tower komunikasi kita di atas
sana. Semua jalan keluar kita telah ditutup oleh mereka."
Kalimat kita adalah untuk dia, orang itu, dan
komplotan kriminal yang mencoba bersatu ditengah keterpurukan yang dramatis
ini. Mereka adalah saudara tak sekandung yang mencoba membangun Terminal no. 9
meskipun harus mengotori tangan mereka dengan darah sekalipun. Bagaimana tidak,
para Merpati yang bertugas menurunkan angka pelanggaran dan kriminalitas yang
telah begitu parah dikota ini ternyata membawa maksud lain dengan mengkorupsi
setiap dana yang dikucurkan oleh pusat untuk Terminal no. 9, bahkan dengan
tanpa malu didepan rakyat kota itu sendiri menampakkan kemewahan hasil dari
uang kotor yang mungkin tidak akan dirasakan Merpati di kota lain.
Meskipun demikian, Merpati-merpati itu mampu
menunjukkan rapor cemerlang mengenai pengendalian kejahatan di kota itu. Tidak,
bukan hanya itu. Mereka juga mendramatisir segalanya tentang kota ini. Sesa dan
kawan-kawannya di-cap udik, bangsat negara, ras yang tidak dikehendaki karena
hanya melahirkan bajingan-bajingan kelas kakap yang meneror keamanan di negeri,
dan bodohnya pemerintah mengiyakan semua hal itu dan semakin percaya bahwa
Merpati telah mengatakan kebenaran berdasarkan apa yang mereka temui di
laporan-laporan cemerlang milik mereka.
Sebagian besar penghuni kota ini tahu itu,
bahwa mereka merupakan noda kotor di negeri ini dan mengutuk Pemerintah dan
Para Merpati disetiap doa yang sempat mereka panjatkan. Tower itu, satu-satunya
penguat sinyal di kota Sesa yang dibangun atas dana dari gangster dan mafia
yang bercokol di kota ini merupakan wujud kekesalan mereka terhadap keacuhan
pemerintah akan pembangunan di Terminal no. 9.
"Tower
itu tetap ilegal meskipun banyak memberikan manfaat bagi kota ini. Bukankah
sejak awal tujuan kita mendirikan tower itu hanyalah untuk kepentingan kita
sendiri," Harley menajamkan pandangannya pada mata Sesa. "Kita tak
akan pernah bangkit dengan sikap acuh tak acuh dari pemerintah di pusat sana.
Bagaimanapun kontribusi kita selama ini, kota ini takkan pernah berjaya
Sesa."
Sesa membuang mukanya, sudah terlalu sering
kalimat-kalimat seperti itu terdengar di gendang telinganya. Sebagian dari
hatinya kadang retak setiap membayangkan bagaimana kota kelahirannya selalu
dicap sebagai kota yang tak akan pernah maju.
"Kota
ini pasti akan bangkit Harley."
Pria itu
menyunggingkan senyumnya seperti saat awal tadi. Dia tahu dan kenal sifat Sesa
yang keras kepala meskipun tak ada jalan untuk mewujudkan mimpinya itu.
Setidaknya ada yang masih menaruh harapan pada kota ini pikirnya.
Mereka tiba di
bawah benda berkilauan tadi. Sesa menunjuk benda itu
"Ini yang ingin aku tunjukan padamu Harley,"
Harley
mengamati benda itu lamat-lamat.
"Alarm Inframerah, ini baru dipasang mungkin kemarin malam,
setelah regu penyeludup pergi dan kurasa kau telah mengaktifkan alarm itu
hingga petugas tadi datang. Sepertinya mereka memang ingin menjaring setiap pengunjung
hari ini. Tak ada yang akan mereka suguhkan saat kita tertangkap nanti. Mungkin
kepala kita akan bolong saat itu juga."
Sesa meluruskan
pandangannya pada lorong dibelakangnya, Harley juga mengetahui itu dari
langkah-langkah samar dibelakang mereka.
"Mereka dibelakang kita,"
"Sesa, tetap dibelakangku. Ragriz dan kawan-kawannya pernah
menimbun beberapa peledak disekitar sini."
Kawan lama,
pikir Sesa. Mereka pernah bertemu dan bersama-sama dahulu sekali. Sekarang
Ragriz mungkin telah mati mengingat pekerjaannya berkali-kali lebih berbahaya
dari hanya sekadar penyeludup biasa.
"Ragriz tidak pernah mati Sesa," Harley seperti dapat
membaca apa yang dipikirkan oleh Sesa. "Dan seperti dia kita juga tidak
akan berakhir di bawah sini".
Nafasnya menderu
di antara langkah yang semakin terdengar jelas.
"Kita batalkan tugas awal kita dan runtuhkan tempat ini,"
ucap Harley. Langit-langit tempat itu bergetar entah oleh apa saat mereka
sedang berlari "Aku yakin di atas sana sedang terjadi pertempuran besar,"
---- Permukaan
Kota Terminal Nomor 9 ----
Suara
helikopter meraung-raung. Sementara tembakan gencar terdengar disegala penjuru
kota. Pertempuran seperti itu tak pernah terjadi sebelumnya. Mobil-mobil
berserakan ditinggalkan pemiliknya. Beberapa juga mengepulkan asap tebal
-terbakar. Jalanan kota ini bersama semua aktivitasnya benar-benar telah lumpuh
akibat aksi separatis yang dilancarkan orang-orang berbahaya dikota itu.
Ragriz menatap
kekacauan diluar sana dari salah satu gedung pencakar langit dikota itu.
Senapan AK menempel didadanya.
"Harley dan Sesa pasti terjebak di bawah sana. Tobias yang
menugaskan mereka mengambil benda-benda yang kita seludupkan. Jika para merpati
menemukannya, Tamatlah kita Yosef"
Yosef,
asistennya terdiam tanpa komentar. Beberapa bawahan Ragriz lainnya juga berada
ditempat itu.
"Sekarang coba tebak apa yang akan dilakukan dua kadal
itu," Ragriz menatap kearah Yosef dan yang lainnya. "Harley yang
mengetahui bahwa tempat itu tak ubahnya gudang dinamit selain sebagai tempat
aman bagi inventaris kita, pasti punya kejutan besar untuk para Merpati."
Ucapan Ragriz
tadi membuat wajah pengikutnya bertambah semangat. Ragriz membuka jaringan
telekomunikasi dengan transponder didepannya. Inilah satu-satunya alat yang
mereka gunakan untuk berkomunikasi sebelum Tower berdiri.
"Akan ada ledakan besar kawan. siapa pun yang berada didekat
jalur ke-15 bersiaplah. Kita telah menyiapkan kejutan besar untuk tamu kita
yang tanpa malu merusak Tower itu. Tobias, aku ingin kau bersiap di tempat
penimbunan kita, ‘mereka’ akan membukakan jalan bagi kalian untuk menyelamatkan
benda-benda itu."
---- Jalur ke
15, Kota Terminal Nomor 9 ----
Jalanan kota
itu dipenuhi oleh suara tembakan yang saling beradu antara para merpati dan
kelompok separatis yang Ragriz kerahkan untuk melindungi tempat itu.
Gedung-gedung disekitar jalan itu penuh lubang dan semakin rapuh akibat
pertempuran hebat yang meluluh lantakkan tempat itu.
Tak berselang
lama kemudian tanah tempat mereka berdiri bergejolak dengan hebat.
BLAARRRR....
Seketika
terdengar ledakan keras yang menghancurkan sebagian besar jalan beraspal tempat
itu. Tak sampai disitu saja, ledakan itu terus menjalar ke ledakan-ledakan lain
saling susul-menyusul dan membelah kota itu menjadi dua. Tanah seakan-akan
runtuh dan ikut membawa gedung-gedung diatasnya hingga roboh menimpa siapa pun
di bawah sana. Asap tebal mengepul membumbung ke langit dan teriakan kesakitan
bersatu padu mengedarkan kengerian dari kota yang tidak pernah mengalami
kehancuran separah itu.
Ragriz baru saja
turun dari gedung itu dengan penjagaan ketat bawahannya. Matanya menatap
kehancuran yang belum pernah dia jumpai sebelumnya. Sementara itu pertempuran
terhenti untuk sementara. Dua kubu itu sama-sama tercengang dengan hancurnya
kota itu. Ragriz segera angkat bicara melihat keadaan yang sedang
menguntungkan.
"Cari semua perbekalan kita di bawah sana. Bawa semuanya
jangan mematung saja, ayo cepat, CEPAT!"
Dua orang
muncul dari balik asap tebal. Ragriz langsung mengenali keduanya sebagai Harley
dan Sesa. Keduanya tampak berantakan dengan baju compang-camping berlumurkan
darah. Debu putih yang membaluti tubuh mereka tampak tebal saat diterpa cahaya
matahari.
"Selamatkan dua orang itu." Dua bawahannya segera berlari
untuk membawa orang yang Ragriz maksud agar segera masuk ke dalam gedung markas
Ragriz. Untuk sesaat Ragriz terdiam memandang keadaan yang baru saja dialami
oleh kotanya. Lalu dia beranjak kedalam gedung itu di mana 2 orang yang
diselamatkannya sedang beristirahat dan diobati oleh pengikutnya..
"Hai kawan lama"
Sesa tersenyum
tipis, pelipisnya berlumuran darah. Harley menyandar pada tembok disamping Sesa
dengan keadaan yang tidak lebih baik dari pada rekannya.
"Silakan beristirahatlah dengan tenang, kalian menyelamatkan
harta terbesar kami di bawah sana. Bukan semuanya mungkin, setidaknya sebagian
besarnya," Ragriz memandangi keadaan diluar sana. "Para Merpati telah
mundur, ini bukan laporan bagus bagi rapor mereka karena beberapa gedung
pemerintahan turut roboh akibat ulah kalian.
Sesa meringis,
kebanggaan terukir diwajahnya.
“Akan kuusahakan kalian terlindungi di tempat aman kami. Kota ini
perlu sedikit renovasi sepertinya, tak ada yang perlu dikhawatirkan lagi. Kami
akan segera memperkuat diri setelah ini," ucap Ragriz dengan nada penuh
keyakinan.
------------------------------------------- 22-2-21
0 Komentar