![]() |
Sumber gambar: www.4bp.blogspot.com |
Untuk mengisi tampuk kepemimpinan, mahasiswa
Fakultas MIPA Universitas Brawijaya (UB) perlu memilih sepasang Presiden dan Wakil Presiden Badan
Eksekutif Mahasiswa (BEM) serta Dewan Perwakilan Mahasiswa (DPM). Di Fakultas
MIPA, pemilihan ini dilakukan setiap tahun melalui Pemilihan Umum Mahasiswa,
yang disingkat PEMILWA. Tahun ini, PEMILWA terlihat adem ayem tanpa persaingan ketat. Hingga batas akhir pengembalian formulir (12/11), jumlah bakal calon tidak
memenuhi kuota hingga harus melewati masa perpanjangan sesuai Pasal 8 ayat
(1) dan ayat (2). Namun, perpanjangan ini tak jua membuahkan hasil.
Beberapa pihak menyampaikan pendapatnya atas keadaan ini. Muchammad Syamsuddin, Ketua
Himpunan Mahasiswa (Kahim) Fisika menyampaikan bahwa sepinya PEMILWA disebabkan oleh kurangnya jarkoman (jaringan komunikasi-red). Menurutnya, mengandalkan media online saja tidak cukup. Diperlukan adanya publikasi lain
seperti sosialisasi ke kelas-kelas. Sejalan dengan pernyataan Syamsuddin, Hafid
Wahyu Ramadhan selaku Kahim Matematika dan Statistika menyampaikan bahwa DPM kurang berkoar-koar.
Di sisi lain, Kahim Kimia, Azmi Akbar, menyampaikan bahwa
kurangnya jumlah bakal calon lebih dikarenakan sistem kaderisasi yang masih
kurang. Azmi menambahkan bahwa tanggung jawab membentuk pemimpin ada
pada warga Fakultas MIPA secara keseluruhan dan bukan hanya tanggung jawab kedua belas
lembaga yang ada di Fakultas MIPA.
“Yang paling krusial adalah sistem kaderisasi yang belum ada.” ujar Rangga
Nur Cahyadi selaku Presiden BEM Fakultas MIPA menguatkan pendapat Azmi. Menurutnya, dalam membentuk pemimpin diperlukan sistem kaderisasi
berjenjang seperti yang sudah dilakukan di fakultas-fakultas lain. “Tahun 2014, kaderisasi setingkat Probinmaba (Program Pembinaan Mahasiswa Baru-red) di Fakultas MIPA tidak
ada. Hal ini menyebabkan mahasiswa kurang mengenal fakultasnya sehingga lebih memilih 'kembali' ke lembaga masing-masing, bukannya ke
fakultas.” tambahnya.
"DPM sebagai Lembaga Kedaulatan Mahasiswa pun hanya bisa membantu mengantarkan bakal calon sebatas lobbying dan pendaftaran. Setelah itu, DPM yang juga bertindak sebagai Steering Commitee tidak boleh ikut campur dalam urusan suara." ujar Laila Rahmah sebagai DPM sekaligus Steering Commitee PEMILWA.
Selain itu, tren mahasiswa saintek yang lebih mengutamakan kegiatan akademis juga berperan besar dalam minimnya antusiasme mahasiswa terhadap PEMILWA. Hal ini disadari dan diakui oleh Presiden BEM dan Ketua DPM yang terjun langsung dalam kegiatan politik kampus. Selanjutnya, hal diluar dugaan dilontarkan menanggapi sepinya peminat, yaitu bahwa Organisasi Mahasiswa Ekstra Kampus yang biasanya berperan dalam meramaikan pesta demokrasi, kali ini sepi kader. Dari sini muncul anggapan bahwa penyiapan kader akhirnya diserahkan pada Organisasi Mahasiswa Intra Kampus.
Hal ini semakin menimbulkan ketidakjelasan tentang pihak yang seharusnya bertanggung jawab atas pelaksanaan PEMILWA. Semua pihak paham bahwa regenerasi kepemimpinan ini adalah tanggung jawab bersama. Akan tetapi, kepedulian dan dinamika politik sepertinya memang sudah menurun dalam kurun dua periode terakhir. Jika tidak ingin keadaan seperti ini berlanjut, perlu ditilik ulang bagaimana seharusnya berbagai pihak tersebut bertanggung jawab. (HP)
"DPM sebagai Lembaga Kedaulatan Mahasiswa pun hanya bisa membantu mengantarkan bakal calon sebatas lobbying dan pendaftaran. Setelah itu, DPM yang juga bertindak sebagai Steering Commitee tidak boleh ikut campur dalam urusan suara." ujar Laila Rahmah sebagai DPM sekaligus Steering Commitee PEMILWA.
Selain itu, tren mahasiswa saintek yang lebih mengutamakan kegiatan akademis juga berperan besar dalam minimnya antusiasme mahasiswa terhadap PEMILWA. Hal ini disadari dan diakui oleh Presiden BEM dan Ketua DPM yang terjun langsung dalam kegiatan politik kampus. Selanjutnya, hal diluar dugaan dilontarkan menanggapi sepinya peminat, yaitu bahwa Organisasi Mahasiswa Ekstra Kampus yang biasanya berperan dalam meramaikan pesta demokrasi, kali ini sepi kader. Dari sini muncul anggapan bahwa penyiapan kader akhirnya diserahkan pada Organisasi Mahasiswa Intra Kampus.
Hal ini semakin menimbulkan ketidakjelasan tentang pihak yang seharusnya bertanggung jawab atas pelaksanaan PEMILWA. Semua pihak paham bahwa regenerasi kepemimpinan ini adalah tanggung jawab bersama. Akan tetapi, kepedulian dan dinamika politik sepertinya memang sudah menurun dalam kurun dua periode terakhir. Jika tidak ingin keadaan seperti ini berlanjut, perlu ditilik ulang bagaimana seharusnya berbagai pihak tersebut bertanggung jawab. (HP)
0 Komentar