![]() |
Sumber gambar: www.manfaat.co.id |
Sebelum Pemilihan Umum Mahasiswa (PEMILWA) dilaksanakan, Dewan Perwakilan Mahasiswa (DPM) menggelar Musyawarah Umum Mahasiswa Fakultas (MUMF) pada tanggal 10, 11, dan
12 Oktober 2016 untuk membahas Undang-undang PEMILWA. Akan tetapi, peserta MUMF
ini tidak mencapai quorum yang disepakati sehingga setelah perpanjangan
beberapa kali, forum sepakat untuk memulai musyawarah. MUMF yang berlangsung selama tiga hari tersebut hanya
dihadiri oleh segelintir mahasiswa yang mengisi setengah ruangan MP 1.6 Gedung
MIPA. Bahkan, tidak semua Ketua Lembaga Kedaulatan Mahasiswa Fakultas MIPA
hadir pada MUMF tersebut.
Berdasarkan informasi yang dihimpun oleh tim, kehadiran Ketua Lembaga
yang tidak lengkap ini disebabkan oleh kesibukan masing-masing Ketua Lembaga.
Menurut Ketua Himpunan Mahasiswa Fisika Muchammad Syamsuddin, diperlukan
koordinasi ulang sebelum dilaksanakan MUMF agar semua Ketua Lembaga dapat
menghadiri musyawarah sehingga MUMF tidak menghasilkan keputusan sepihak.
Menurutnya, jika Ketua Lembaga tidak hadir pada MUMF, DPM sebagai penyelenggara
MUMF dapat mendatangi lembaga tersebut untuk membicarakan hasil musyawarah.
Pendapat serupa juga dinyatakan oleh Hafid Wahyu Ramadhan, Ketua Himpunan Mahasiswa Matematika dan Statistika. Hafid mengatakan bahwa DPM kurang peka terhadap keadaan Fakultas MIPA dengan menyelenggarakan MUMF yang jadwalnya bertepatan dengan jadwal kegiatan lain yang lebih diprioritaskan oleh mahasiswa. Hal ini menyebabkan MUMF tidak mampu menampung aspirasi secara merata dan menyeluruh.
Pendapat serupa juga dinyatakan oleh Hafid Wahyu Ramadhan, Ketua Himpunan Mahasiswa Matematika dan Statistika. Hafid mengatakan bahwa DPM kurang peka terhadap keadaan Fakultas MIPA dengan menyelenggarakan MUMF yang jadwalnya bertepatan dengan jadwal kegiatan lain yang lebih diprioritaskan oleh mahasiswa. Hal ini menyebabkan MUMF tidak mampu menampung aspirasi secara merata dan menyeluruh.
Lebih lanjut soal PEMILWA, MUMF tersebut menghasilkan kesepakatan yang
melibatkan peran lembaga secara langsung. Kesepakatan tersebut tertulis pada
Pasal 8 ayat (2) yang menyebutkan bahwa “Apabila setelah perpanjangan waktu
pengembalian formulir tidak ada penambahan jumlah bakal calon, maka LKM
fakultas MIPA UB mencari bakal calon DPM serta bakal calon Presiden dan Wakil
Presiden BEM sampai melebihi kuota yang diterangkan pada Pasal 4 dalam jangka
waktu 2x3 hari”.
“Sebelum membuat Rancangan Undang-undang
(RUU), masalah ini sudah dibicarakan dengan para Ketua Lembaga. Ketua Lembaga
yang hadir setuju bahwa masalah tersebut dimasukkan ke dalam RUU yang
kesepakatannya diserahkan kepada MUMF.” ujar Laila Rahmah selaku Ketua DPM.
“Akan tetapi, memang pada MUMF tidak semua ketua lembaga hadir. Meski begitu,
ketua lembaga sadar bahwa keputusan MUMF harus dihormati dan diikuti.”
lanjutnya.
Syamsuddin juga tidak berkeberatan dengan pelaksanaan Pasal 8 ayat (2) tersebut. "Toh lembaga hanya diminta mencarikan bakal calon dan bukan mendelegasikan. Bakal calon dipilih berdasarkan riwayat organisasi dan kepanitiaanya." ujarnya.
Presiden Badan Eksekutif Mahasiswa, Rangga Nur Cahyadi, juga setuju dengan adanya ketentuan ini. Namun, yang menjadi penyesalan adalah interval waktu pencarian bakal calon oleh lembaga terlalu singkat sehingga terkesan memaksa. Baginya, persiapan kader seharusnya dilakukan sejak awal periode kepengurusan.
Syamsuddin juga tidak berkeberatan dengan pelaksanaan Pasal 8 ayat (2) tersebut. "Toh lembaga hanya diminta mencarikan bakal calon dan bukan mendelegasikan. Bakal calon dipilih berdasarkan riwayat organisasi dan kepanitiaanya." ujarnya.
Presiden Badan Eksekutif Mahasiswa, Rangga Nur Cahyadi, juga setuju dengan adanya ketentuan ini. Namun, yang menjadi penyesalan adalah interval waktu pencarian bakal calon oleh lembaga terlalu singkat sehingga terkesan memaksa. Baginya, persiapan kader seharusnya dilakukan sejak awal periode kepengurusan.
Di samping itu, Hafid mengungkap, “MUMF dilaksanakan saat tidak semua
lembaga bisa hadir. Kesepakatan MUMF tersebut tidak disepakati oleh semua
lembaga yang menjalankan, tetapi tetap disepakati oleh forum.”
Pandangan ini didukung oleh pernyataan Azmi Akbar selaku Ketua Himpunan Mahasiswa Kimia yang memang tegas menolak adanya Pasal 8 ayat (2) ini mengingat waktu persiapan yang begitu singkat. Akan tetapi, Azmi sadar bahwa keputusan MUMF adalah keputusan tertinggi yang harus dipatuhi.
Pandangan ini didukung oleh pernyataan Azmi Akbar selaku Ketua Himpunan Mahasiswa Kimia yang memang tegas menolak adanya Pasal 8 ayat (2) ini mengingat waktu persiapan yang begitu singkat. Akan tetapi, Azmi sadar bahwa keputusan MUMF adalah keputusan tertinggi yang harus dipatuhi.
Karena PEMILWA ini milik mahasiswa, seharusnya kesepakatan Undang-undang PEMILWA dipertimbangkan dan disepakati oleh mahasiswa secara keseluruhan. Mahasiswa yang tergabung dalam organisasi maupun tidak, keduanya sama-sama memiliki hak bicara dan hak suara. Setidaknya, MUMF tersebut dihadiri oleh mahasiswa dari berbagai pihak dengan mewakili aspirasi mahasiswa pada umumnya. Jika terjadi ketimpangan peserta, MUMF seolah-olah bisa dikuasai oleh salah satu pihak saja.
“Hasil MUMF terlihat seperti kesepakatan
berama. Padahal,
MUMF diisi oleh pihak-pihak yang berkepentingan saja sehingga pendapat yang lain hilang.” ungkap Rangga yang saat itu juga menghadiri MUMF. (HP)
0 Komentar