![]() |
Kondusif: MUMF Luar Biasa berlangsung tertib dan lancar. |
Pemilihan Umum
Mahasiswa (PEMILWA) yang diselenggarakan sejak 6 November ternyata tidak mencapai target. Perpanjangan waktu pengambilan dan pengembalian formulir bakal calon dari tanggal 13 November hingga 23
November ternyata tidak memberikan hasil seperti yang diharapkan. Ironisnya, pada perpanjangan ini jumlah bakal calon justru berkurang, dari 1 pasang Presiden dan Wakil Presiden serta 5 DPM menjadi 1 pasang Presiden dan Wakil Presiden serta 4 DPM.
Karena target belum tercapai sesuai kesepakatan Musyawarah Umum Mahasiswa Fakultas (MUMF), yaitu jumlah bakal calon Presiden dan Wakil Presiden lebih dari satu pasang dan bakal calon DPM lebih dari 5 pasang, DPM menyelenggarakan MUMF Luar Biasa pada Kamis (24/11) malam. MUMF Luar Biasa tersebut merevisi dua pasal yang sebelumnya sudah disepakati dan mencari solusi untuk mengatasi kuota yang belum terpenuhi.
Pasal
tersebut yaitu Pasal 8 tentang bakal calon serta Pasal 15 tentang
sanksi pada pelanggaran yang dilakukan calon. Pada Pasal 8, ayat (1) menyebutkan bahwa
tenggat waktu perpanjangan yang diberikan dalam pengambilan dan pengembalian formulir
adalah 3 x 24 jika pada waktu pendaftaran normal kuota tidak terpenuhi. Apabila setelah perpanjangan tetap tidak mencapai target, maka Lembaga Kedaulatan Mahasiswa (LKM) yang ada di Fakultas MIPA harus mencarikan pendaftar yang akan diajukan sebagai bakal calon seperti yang tertera pada ayat (2). Karena tidak juga terpenuhi, alhasil pada MUMF Luar Biasa ini dibubuhkanlah ayat (4) yang menyatakan bahwa pemungutan suara tetap dilaksanakan dengan ketentuan perolehan suara minimal 50% + 1 dari total suara untuk pasangan Calon Presiden dan Wakil Presiden dan 10% + 1 untuk Calon anggota DPM. Calon yang terpilih adalah calon yang memenuhi ketentuan tersebut,
![]() |
Antusias: Jumlah peserta MUMF Luar Biasa terlihat lebih banyak daripada peserta MUMF sebelumnya, pada MUMF Luar Biasa ini, tercatat dihadiri oleh sekurang-kurangnya 45 peserta. |
Pasal lain yang direvisi adalah Pasal 15 yang membahas sanksi bagi calon yang melanggar ketentuan. Pada bagian tersebut, sanksi yang diberikan bagi pelanggar adalah pemotongan
suara.
“Memotong suara merupakan tindakan tidak terpuji dan itu
merupakan tanda adanya cacat demokrasi di sini, karena hal itu
menghilangkan hak suara pemilih”, ujar salah satu peserta.
Berbagai kemungkinan solusi dipikirkan, seperti pengabdian terhadap Fakultas MIPA hingga denda berupa uang. Akhirnya, dihasilkanlah kesepakatan yang mengubah sanksi pemotongan suara menjadi denda berupa uang yang besarannya ditentukan berdasarkan bobot pelanggaran. Salah satu pertanyaan yang kemudian timbul adalah akan dikemanakannya denda
tersebut.
”Penggunaan denda tersebut akan lebih baik jika digunakan
dalam kegiatan sosial”, usul salah seorang peserta.
Setelah dimusyawarahkan, muncullah ayat (4) pada Pasal 15 yang berbunyi “Denda yang terkumpul akan
disalurkan melalui kegiatan sosial dengan teknis diserahkan kembali
kepada panitia dengan sepengetahuan DPM”. (gpw)
0 Komentar