Breaking News

Pemuda di Persimpangan Jalan


Sumber : jeparaku.com
            Jika kita mengacu pada sejarah terbentuknya pergerakan pertama bangsa Indonesia, maka akan banyak sekali penyebutan sumpah pemuda di dalamnya. Sumpah pemuda lahir pada 28 Oktober 1928 di suatu tempat nun dekat di sana, Batavia yang sekarang disebut dengan Jakarta. Tempat berbagai pemikir-pemikir revolusioner akan banyaknya tekanan-tekanan dari penjajah-penjajah yang fasis. Di tempat itulah pertemuan diadakan untuk membentuk suatu ikrar bagi pemuda-pemudi Indonesia yang memang saat itu sadar akan pentingnya rasa persatuan dan kesatuan. Hingga terbentuklah suatu ikrar yang hingga saat ini disebut sebagai “Sumpah Pemuda” yang isinya:
  • Kami putra dan putri Indonesia mengaku bertumpah darah yang satu, tanah Indonesia
  • Kami putra dan putri Indonesia mengakuberbangsa yang satu, bangsa Indonesia
  •  Kami putra dan putri Indonesia menjunjung bahasa persatuan, bahasa Indonesia
        Dengan adanya ikrar tersebut, maka dimulailah era pergerakan revolusioner oleh penggerak-penggerak yang merupakan pemuda-pemuda dengan berbekal ilmu serta semangat juang. Delapan puluh delapan tahun berlalu sejak ikrar tersebut diucapkan, tujuh puluh satu tahun berlalu sejak proklamasi dikumandangkan. Indonesia mengalami banyak perubahan dalam berbagai segi seperti sains, ekonomi, sosial, politik, budaya, dan hokum. Semua itu dapat terjadi bukan tanpa adanya peran serta dari pemuda-pemuda masa kini dan dukungan dari kalangan tua. Namun, permasalahan-permasalah yang ada memunculkan polemik yang akan terus saja berkelanjutan. Ikrar yang harusnya terngiang-ngiang di telinga pemuda-pemuda masa kini hilang begitu saja. Rasa persatuan dan kesatuan hilang tanpa bekas oleh beberapa pemuda yang menamai dir mereka pemuda Indonesia. Persatuan merupakan suatu rasa satu jiwa antar suku, agama, ras, dan golongan. Masalah isu SARA banyak dikumandangkan oleh beberapa pihak yang ternyata berasal dari pemuda. Jika kita kilas balik mengenai sejarah sumpah pemuda, mereka bersatu teguh untuk mengalahkan penidasan. Permasalahan isu SARA bisa jadi merupakan pengalih isu yang banyak dilakukan oleh pihak-pihak tidak bertanggung jawab.  Padahal masih banyak masalah dan isu yang harusnya diselesaikan oleh pemuda itu sendiri. Suatu fenomena sangat menarik yang saya perhatikan hingga saat ini terkait dengan permasalahan yang ada di kampus biru. Masalah-masalah yang cukup menghantui, dari masalah kecil hingga masalah yang sangat besar, dari masalah pacar hingga masalah Uang Kuliah Tunggal (UKT). Padahal masalah hantu kepala buntung di Gazebo Perpus, hantu perempuan di Fakultas Kedokteran, dan masih banyak masalah hantu lainnya belum diklarifikasi oleh kampus itu sendiri…. (abaikan).
Sumber :  https://nadyawijanarko.wordpress.com
           Manusia memiliki sifat kompetitif dan rasa ingin tau yang sangat tinggi. Hal tersebut dapat kita lihat sendiri dari diadakannya Pemilihan Umum untuk masyarakat Indonesia dan banyak terbitnya buku, Koran, serta majalah di Indonesia. Di kampus biru, akibat sifat tersebut muncullah suatu persaingan sehat dan tidak sehat, bisa dilihat dari persaingan untuk lulus duluan atau persaingan mendapatkan kursi di atas. Persaingan siapa lulus duluan itu sehat tapi bikin iri juga yang belum lulus, lalu untuk persaingan mendapatkan kursi di atas ini apakah sehat atau tidak sehat. Terkadang untuk mendapatkannya diperlukan cara-cara yang tidak normal karena perang saja membutuhkan strategi yang tidak normal. Pemuda di persimpangan jalan, persatuan digembar-gemborkan untuk sekedar meruntuhkan penguasa yang menindas. Namun di tubuh pemuda itu sendiri, persatuan pun belum dimaknainya dengan sangat baik. KAMI SATU BRAWIJAYA!!! Merupakan salah satu jargon yang banyak digembor-gemborkan oleh pemuda-pemuda brawijaya, benarkah hal itu? Berkaca dari banyak pengalaman selama 3 tahun di kampus biru, hal tersebut tidak masuk akal. Seperti yang kita ketahui, Brawijaya dipenuhi oleh berbagai golongan-golongan yang terkadang hanya memikirkan golongan mereka sendiri dan terkadang saling menjatuhkan antar golongan. Walaupun berkumpul, berdiskusi, dan berserikat di amini oleh Undang-Undang Dasar 1945, tapi bukankah SUMPAH PEMUDA lahir dari para pemikir revolusioner yang ingin pemuda-pemuda Indonesia bersatu padu memajukan bangsa serta melawan penindasan yang hingga saat ini banyak terjadi di INDONESIA.

        Ah… mungkin percuma saja saya tuliskan di sini, karena bisa saja banyak yang mengatakan saya hanya berkeluh kesah di tulisan ini tanpa memberikan solusi yang konkrit. Tapi, bukankah saya cukup berani menuliskannya di sini?


Malang, 28 Oktober 2016

0 Komentar

© Copyright 2022 - LPM basic FMIPA UB