Editorial oleh: A. L. Puspa
26-05-2016
![]() |
Sumber gambar: www.hetanews.com |
Aktivitas kemahasiswaan erat kaitannya dengan apa yang
disebut organisasi. Sebagai perkumpulan yang terpadu dan terarah, setiap
organisasi pasti memiliki program kerja yang secara garis besar tersusun dalam
Anggaran Dasar, Anggaran Rumah Tangga, Garis Besar Haluan Organisasi, maupun amanat
sejenis. Sebagai rancangan kegiatan,
program kerja merupakan kebutuhan primer bagi organisasi apapun. Tanpa program
yang terarah dan terpadu, organisasi ibarat seseorang lumpuh yang ingin menuju
ke suatu tempat tanpa arahan dan bimbingan apapun tentang cara berjalan.
Terlepas dari hal-hal teknis seperti di atas, terdapat unsur
praksis yang tak dapat diabaikan. Kita bisa saja menyusun program kerja dengan
sangat bagusnya, sempurna tanpa cacat. Pun dengan target serta capaian yang
sudah dipikirkan secara matang. Akan tetapi, kita lupa bahwa hal terpenting
dari program-program tersebut ialah tujuan.
Yang terjadi, seringkali kita menemui manfaat dan esensi yang telah
dimanipulasi. Bahkan, tujuan bisa berubah dari tujuan yang seharusnya (dan
sebenarnya) menjadi tujuan ‘asal proker (program kerja-red) jadi’. Akibatnya, kita justru memaksakan
agar pada laporan pertanggungjawaban nanti, proker yang kita canangkan berstatus
terlaksana.
Memang benar bahwa kegiatan yang kita lakukan hendaknya
mengikuti program dan arahan sesuai rencana. Akan tetapi, hal ini bukan berarti
bahwa rencana yang kita buat menjadi kurang lentur. Kita perlu mengkaji beberapa
hal lain seperti karakter eksekutor dan sasaran, relevansi tujuan dengan
keadaan, serta keadaan itu sendiri. Dengan satu hakikat dan tujuan yang
sejalan, baikkah jika kita memilih mengeksekusi proker dengan mengorbankan
tawaran lain yang secara substansial lebih menjanjikan?
Student activities in
higher education are close to what do we call organization. As an integrated
association, organization must has a work plan composed in the statute,
bylaws,outlines, and in akin charter. As a plan of activities, work plan would
exist as a primary need for any organization. Without integrated and
directional work plan, an organization would be like a palsied man who wants to
go to certain place but does not have any guidance nor even way to walk
through.
Apart from technical
things above, there is one praxis element which must not be denied. We are
possible to make gorgeous-perfect plan. We also compile the goals and
achievements properly. Yet we forget if the most important thing has to be the aim. But one thing which is
happening was manipulation of merits and essences. Moreover, the aim that
actually should be reached has moved into goal to wrap up the work plan, no
matter how whether the targets are well targeted or not. As a result, what do
we do is forcing the plan so that in the end we can say that the plan is been done.
It is true that
activities we do must obey the program and guidance as stated. However, it does
not mean that the work we planned is not flexible. We have to consider several
factors like the character of executors and targets, goal’s relevance with the
circumstances, and also the situation or condition itself. Bringing parallel objectives,
is it good if we prefer to execute our work plan by sacrificing another chance
which is substantially more guaranteed?
1 Komentar
Organisasi memiliki program terpadu dan terstruktur. Hal ini yang membedakannya dengan komunitas. Jangan sampai organisasi kalah dengan komunitas dalam hal pemenuhan dan pencapaian tujuan.
BalasHapus