![]() |
Antusiasme peserta diskusi |
Malang - "Apakah pembangunan harus mengorbankan alam dan manusianya ?", itulah tema diskusi publik yang diangkat dalam acara diskusi publik yang diselenggarakan oleh Lembaga Pers Mahasiswa (LPM) Dianns pada Jumat, 20 Mei 2016. Pada kegiatan ini terbagi menjadi dua sesi yaitu pameran foto dan pemutaran film serta diskusi. Pemutaran film "Rayuan Pulau Palsu" berjalan dengan lancar meskipun mendapatkan hambatan secara teknis. Sebuah film yang menceritakan kisah perjuangan penduduk Muara Angke di kawasan Utara Jakarta melakukan perlawanan terhadap korporat-korporat serta pemerintah yang ingin melakukan reklamasi pada Teluk Jakarta. Teluk Jakarta merupakan kawasan yang sangat strategis bagi penduduk Muara Angke karena penduduknya yang lebih banyak bekerja sebagai nelayan. Pada film tersebut, pergulatan-pergulatan serta intimidasi-intimidasi banyak diceritakan terjadi pada penduduk tersebut demi mempertahankan tempat tinggalnya serta
perjuangan mereka melakukan konsolidasi ke pemerintah agar pengerjaan
proyek tersebut dapat dihentikan. Namun terlihat kesedihan pada
pejuang-pejuang tersebut saat perjuangan mereka selama ini tidak
dihargai. Seperti melawan kediktatoran, mereka tidak akan pernah bisa
merubah suatu sistem yang tercipta oleh pemerintah yang sudah jatuh
dalam tangan kapitalis-kapitalis.
![]() |
Sharing bersama pemateri |
Konsep pembuatan film melalui teknik
dokumenter membuat peserta seakan-akan dibawa masuk oleh film tersebut.
Sebuah acara pemutaran film isu tidak akan lengkap tanpa adanya diskusi.
Pada diskusi tersebut diundanglah pemateri Mas Rere dari Wawasan
Lingkungan Hidup (WALHI) Jawa Timur serta juru bicara dari desa Gemulo,
Batu, Jawa Timur. "Masalah perusakan lingkungan terjadi karena manusia
sejak masuk revolusi industri, sehingga terjadilah sikap
berlebih-lebihan pada manusia karena kurangnya pengetahuan manusia akan
nilai ekologis", ujar Rere. Pada diskusi tersebut, dipaparkan sebuah
fakta-fakta yang sangat menyayat hati. Dampak dari pembangunan yang
masif telah merusak alam seperti yang terjadi pada kasus di Desa Gemulo,
Batu, Jawa Timur. Di daerah tersebut terdapat sebuah mata air yang
sangat deras bernama Sumber Air gemulo. Pembangunan hotel di sekitar
daerah sumber tersebut telah mengambil sebagian besar air dari sumber
air Gemulo tersebut. Dampak-dampak negatif banyak dirasakan oleh
penduduk desa tersebut yaitu semakin berkurangnya air untuk melakukan
kegiatan sehari-hari. Berbagai perlawanan dilakukan oleh penduduk desa,
namun berbagai intimidasi-intimidasi yang dilakukan oleh pihak pengelola
hotel terjadi salah satunya yaitu penuduhan. Diskusi berjalan sangat
lancar dengan berbagai tanggapan-tanggapan dari peserta-peserta yang
sangat solutif. "Sebagai mahasiswa kita jangan sampai terbuai oleh zona
nyaman tembok-tembok kampus kita hingga melupakan isu-isu yang banyak
terjadi di masyarakat luas terkhusus di Desa", ujar salah seorang
mahasiswa. Antusiasme peserta semakin menggebu-gebu, namun hal itu
dihentikan oleh salah satu penjaga kampus yang mengatakan bahwa Rektorat
hanya mengijinkan acara diskusi ini hingga pukul 21.00 WIB. Menurut
pihak Dianss, sangat disayangkan kegiatan ini dihentikan namun kegiatan
seperti musik, olahraga, serta kegiatan lainnya diijinkan hingga pukul
22.00 ke atas.(gpw)
0 Komentar