Breaking News

Kajian Cepat Tanggap: Haruskah KPK Melakukan Revisi Undang-undang?

Mendengar kata revisi tentu saja menimbulkan pro dan kontra, apalagi jika yang direvisi adalah Rancangan Undang-undang Komisi Pemberantasan Korupsi (RUU KPK). Kemarin malam (24/2), Kementerian Kebijakan Publik Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas MIPA UB menyelenggarakan Kajian Cepat Tanggap yang diikuti oleh mahasiswa Fakultas MIPA. Dalam kajian tersebut, revisi RUU KPK ditanggapi.

RUU tersebut dicanangkan untuk perubahan atas Undang-undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi pada 6 Oktober silam. Pada rancangan undang-undang tersebut terdapat lima pasal yang diusulkan untuk direvisi. Kelima pasal tersebut antara lain tentang masa pembubaran KPK yaitu 12 tahun setelah undang-undang diresmikan, kewenangan KPK yang tak lagi berwenang melakukan penuntutan, pelimpahan kasus ke kejaksaan dan kepolisian, keharusan KPK mendapat izin untuk melakukan penyadapan dan perekaman, serta pembentukan badan pengawas.

Beberapa argumen dilemparkan, baik dari sisi pro maupun kontra. Peserta kajian yang setuju dengan adanya revisi RUU ini beranggapan bahwa KPK akan semakin kuat salah satunya melalui pembentukan badan pengawasan KPK. Peserta lain menolak adanya badan pengawas ini.
Antusias: Peserta kajian serius menggali opini.

Diskusi dalam Kajian Cepat Tanggap yang berlangsung di sebelah Gazebo Musholla Nurul Ilmi Fakultas MIPA berjalan seru. Berbagai pemikiran terlontar begitu saja. Banyak hal diperdebatkan. Berbagai solusi diajukan. Akan tetapi, solusi yang harus dicapai masih membingungkan karena tidak menemukan kesimpulan terutama pada poin RUU tentang syarat melakukan penyadapan dan pembentukan badan pengawas. Bagi mahasiswa MIPA sendiri, belum ada keputusan yang pas untuk tindakan atau aksi yang akan dilakukan. Singkatnya, KPK sebagai lembaga ad hoc independen tidak perlu melakukan revisi undang-undang karena justru melemahkan KPK itu sendiri. (gpw/al)

0 Komentar

© Copyright 2022 - LPM basic FMIPA UB