Sumber Gambar |
Kruk.... kruuukk...
Sepertinya cacing-cacing di dalam perutku mulai meronta-ronta. Sudah
jam 7 malam, tapi perutku belum mendapatkan ‘bahan bakar’ sejak tadi pagi.
Kuputuskan untuk ke warung makan.
“Lah, naiknya kan Cuma seribu. Wajarlah. Iya kalo tiba-tiba jadi
duapuluh ribu.”
Aiiih... Apa harga sembako bakalan ikut naik juga? Bagaimana nasib saya
dan teman-teman seperjuangan sebangsa se-anak kos?
Langka, nih, si ibu. Jarang-jarang ibu rumahtangga punya pemikiran
seperti itu. Apalagi mereka penjual ‘bahan bakar’ tubuh bagi anak-anak kos,
seharusnya mereka turut GALAU.
Teringat 2 hari lalu saat angkot yang saya tumpangi terpaksa harus
berhenti karena ada barisan super panjang ibu-ibu demo, padahal saya sangat
terburu-buru waktu itu.
Setelah ‘bahan bakar’ saya terpenuhi, saya siap melangkah penuh percaya
diri menuju kos-kosan.
Tit..... tit.... tiiiittt.....
“Ly, ayok naik. Tak antar ke
kosan.”
“Ya ampun, kosanku deket. Ga usahlah.”
“Ayok, gak papa daripada jalan.”
“Udah, gak papa, daripada boros BBM. BBM mau naik, tuh. Mending kita
heboh hemat BBM daripada heboh protes subsidi BBM dikurangi... Lagian juga
bahan bakar tubuhku barusan diisi :D”
Sepertinya ada benarnya ‘ceramah’ singkat yang diberikan oleh dosen
saya. Saatnya mengambil langkah positif dari kenaikkan BBM ini. Save energy,
kurangi polusi, sehatkan badan, sehatkan
bumi. ^^
0 Komentar