Breaking News

Seberapa Penting 'Personal Boundaris' Untuk Kita?

Pernah merasa sungkan untuk sekedar mengatakan “no” Ketika orang lain menyuruh kita melakukan sesuatu hal di luar batas kemampuan kita ataupun suatu hal yang bukan keinginan kita? Atau ketika merasa kurang dihargai maupun dipandang cukup baik padahal kita sudah mengerahkan tenaga, waktu, dan usaha cukup banyak untuk membantu mereka? Merasa bersalah karena gagal memenuhi ekpetasi orang lain? Atau merasa sangat bergantung dengan orang lain sehingga membiarkan mereka mencampuri segala urusan yang ada di hidup kita?

Hal itu bisa saja terjadi karena kita kurang memiliki batasan/personal boundaries. Seringkali kita merasa takut untuk memberikan batasan terhadap orang lain karena khawatir orang-orang akan menjauh, kita takut dianggap egois atau tidak berperasaan, dan bahkan orang akan melabeli kita sebagai orang ribet yang terlalu menjaga privasi. Padahal sebenarnya kita sangat berhak untuk mengatakan “tidak”, kita berhak atas rasa nyaman yang kita miliki karena orang lain tidak sepantasnya mengusik hal tersebut. Jika kita membiarkan orang lain terus menerus menerobos privasi yang kita miliki, maka orang tersebut tidak akan merasa segan atau bersalah untuk berlaku semena-mena, mereka merasa berhak akan waktu kita dan bahkan yang terparah adalah bersikap manipulatif. Oleh karena itu sangat penting bagi kita untuk membuat sebuah batasan/personal boundaries.

Berdasarkan Wikipedia, personal boundaries adalah pedoman, aturan, atau batasan yang dibuat seseorang untuk mengidentifikasi cara yang masuk akal, aman, dan diizinkan bagi orang lain untuk berperilaku terhadap mereka dan bagaimana mereka akan merespon ketika seseorang melewati batasan itu. Personal boundaries ini seperti pagar rumah dimana orang-orang tidak bisa masuk secara bebas jika tidak diizinkan oleh pemiliknya, begitu pula dengan fungsi  personal boundaries, kita berhak menentukan siapa saja orang yang masuk ke dalam teritori pagar tersebut  dengan hanya memperbolehkan orang-orang tertentu yang masuk kedalam ranah privasi yang kita buat, kita juga berhak untuk menentukan hal-hal apa saja saja yang bisa diterima dan ditolerir. Hal ini bukan bertujuan untuk menyulitkan orang lain namun sebagai tameng  perlindungan diri dari orang-orang toxic yang berusaha memanfaatkan diri kita.

Menerapkan boundaries yang sudah kita setting tidak semudah itu. Karena terbiasanya diri kita yang selalu mengutamakan kebutuhan dan perasaan orang lain tanpa memikirkan diri sendiri terlebih dahulu, merasa tidak memilik hak untuk mengatakan “tidak” pada permintaan seseorang karena khawatir akan relasi yang terjalin, dan kurangnya mengenal diri sendiri sehingga tidak menyadari bahwa personal boundaries kita sedang dijajah oleh orang lain adalah beberapa faktor penyebab sulitnya untuk menerapkan boundaris yang kita milki.

Boundaris terdiri dari berbagai macam, yaitu batasan emosi, batasan materi, batasan fisik, Batasan mental, batasan seksual, dan batasan spiritual. Boundaris yang dimiliki setiap orang tidaklah sama karena hal tersebut bisa berdasarkan pada nilai-nilai yang kita miliki, personal experience, latar belakang, ataupun prinsip-prinsip yang kita anut.  Kita harus mengenali diri kita hal apa yang kita sukai dan tidak sukai, yang dapat ditoleransi ataupun tidak, dan yang bisa membuat kita nyaman ataupun tidak. Karena hal tersebut sangatlah krusial untuk pembentukan boundaries ini, sejatinya orang yang paling paham akan diri kita bukanlah orang lain melainkan diri kita sendiri. Boundaris  merupakan bentuk dari self-care dan self-love yang membentuk identitas pribadi. Jangan sampai karena kurangnya mengenal diri sendiri kita mudah terpengaruh dan terprovokasi sehingga orang lain bebas menjajah privasi kita.

Mungkin untuk di awal kalinya kita masih merasa sungkan untuk mengaplikasikan self boundaries yang kita milki, banyak sekali kekhawatiran yang mungkin terselip dibenak kita, oleh karena itu sangat diperlukannya untuk bersikap tegas dan konsisten dalam menerapkan hal ini. Komunikasikan personal boundaris yang kita miliki dengan orang lain. katakan dengan tegas, tidak bertele-tele, namun tetap dengan cara yang sopan dan tidak menyulut emosi. Jika memang orang lain tidak bisa menerima dan tidak bisa menghargai, hal tersebut bukanlah tanggung jawab kita untuk merubah boundaries yang kita buat, kita tidak bertanggung jawab atas rasa keberatan yang orang lain miliki. Seperti kutipan dari Anna Taylor:

“Love yourself enough to set boundaries. Your time and energy are precious. You get to choose how you get it. You teach people how to treat you by deciding what you will and won’t accept.” 

Kita bukanlah people pleaser karena kita hidup bukan untuk memenuhi ekspetasi orang lain. Kita harus mampu memperjelas dan menegaskan kepada orang lain untuk tidak melewati batas limit apa saja yang kita buat. Jangan pernah ragu untuk menyayangi diri sendiri, jika bukan kita maka siapa lagi?

Editor : Izza Lailatul Kasanah

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

1 Komentar

© Copyright 2022 - LPM basic FMIPA UB