Breaking News

HARDIKNAS, MAHASISWA MENGGUGAT

Tuntut – Ratusan mahasiswa memadati gedung rektorat untuk menuntut janji-janji dari pihak rektorat
Malang, basic – Kemarin (2/5) yang notabene bertepatan dengan Hari Pendidikan Nasional menjadi salah satu hari yang sakral di kalangan mahasiswa Universitas Brawijaya (UB). Hal ini dikarenakan adanya aksi yang diikuti oleh mahasiswa UB. Aksi ini diadakan oleh Aliansi Aksi Mahasiswa Brawijaya atau disingkat menjadi AMBARAWA. Aliansi ini dibentuk oleh berbagai elemen mahasiswa di kampus UB. Sejak pagi pukul 07.00, massa aksi telah dikumpulkan dan akan melakukan long march hingga sampai depan rektorat. Massa aksi yang berkumpul di depan rektorat sekitar 500 mahasiswa dari berbagai elemen mahasiswa. Bersama dengan solidaritas Aliansi Aksi Mahasiswa Gondrong UMM, AMBARAWA melakukan aksi di depan rektorat sebagai salah satu bentuk protes akan banyaknya problema-problema di dalam kampus UB. Adapun salah satu tuntutannya adalah menolak berubahnya status Universitas Brawijaya menjadi Perguruan Tinggi Negeri Berbadan Hukum atau disingkat PTN-BH.
 
PTN-BH merupakan status perguruan tinggi yang memiliki otonomi khusus. Status ini menjadikan kampus dapat bertindak sesuai dengan kebijakannya sendiri tanpa terikat oleh kebijakan dari Kementrian Riset dan Pendidikan Tinggi (Kemenristekdikti) dalam menentukan berbagai hal, yaitu kebijakan terkait dana, mimbar akademik, dan lain sebagainya. Beberapa bulan belakangan ini, memang terhembus kabar bahwa Universitas Brawijaya akan merubah statusnya dari kampus yang sebelumnya berstatus Perguruan Tinggi Negeri Berbadan Luar Usaha (PTN-BLU) menjadi PTN-BH. Perubahan ini terkait dengan dicanangkannya UB sebagai World Class University yang hingga saat ini masih melakukan beberapa perbaikan dari fasilitas hingga infrastruktur. Selain itu, gembar-gembornya tiap-tiap jurusan dan fakultas di UB agar dapat menyandang status AUN-QA menjadi salah satu alasan UB untuk menuju PTN-BH.
 
Dalam prosesnya, aliansi selalu saja menyebarkan propaganda-propaganda kepada mahasiswa UB akan ketidaknormalan kampus menggunakan wewenangnya dalam mengatasi problematika mahasiswa seperti Uang Kuliah Tunggal (UKT), ketidakjelasan status UB Kediri dan Vokasi, tempat parkir yang masih bermasalah hingga sekarang, pengadaan jaket, kaos, dan almamater serta masih banyak permasalahan lainnya. Problematika tersebut diakumulasi dalam suatu tuntutan yang akan diajukan ke pihak rektorat melalui aksi di depan gedung rektorat. “Kami akan terus menagih  rektorat hingga tuntutan kami diselesaikan, dan jika rektorat mengingkari maka kami akan turun lagi”, ucap Lambang Aji selaku Ketua Kastrat EM UB. Menurut koordinator aksi, akan ada pengawalan lebih lanjut terkait tuntutan tersebut setiap tiga bulan. Apabila tidak ada hasil, maka akan diadakan aksi lagi dengan jumlah massa yang lebih banyak.
Bertemu – Rektor bertemu dan menyampaikan beberapa solusi atas masalah-masalah yang dituntut oleh para mahasiswa
Saat hari semakin siang dan semakin panas, massa aksi semakin membludak dan bersemangat menuntut Rektor Bisri agar keluar. Hingga sekitar pukul 10.48 WIB, Rektor Bisri ditemani oleh Wakil Rektor III keluar dari gedung rektorat dengan wajah santai tanpa tegang sama sekali. Beliau menemui massa aksi dan kemudian memberikan pernyataan bahwa terkait dengan PTN-BH, Universitas Brawijaya masih melakukan negosiasi dengan pihak Kemenristekdikti. Akan tetapi, saat kedatangan Rektor, massa menjadi ricuh sehingga membuat rektor menjadi panik lalu masuk kembali ke dalam gedung rektorat. Beberapa menit kemudian, koordinator aksi meminta lima belas perwakilan masing-masing elemen mahasiswa untuk segera naik untuk menemui dan merundingkan tuntutan-tuntutan kepada pihak rektorat. Akan tetapi, banyak massa aksi yang tidak menyepakati hal tersebut dan meminta agar Rektor menjawab secara langsung serta menandatangani nota kesepahaman di depan aliansi. Sekitar pukul 10.50 WIB, lima belas perwakilan naik untuk menemui pihak rektorat tanpa sepengetahuan dari massa. Akhirnya pada pukul 11.10, perwakilan turun dan menemui massa kemudian membacakan hasil pertemuan tersebut kepada aliansi. Dalam penyampaian tersebut ada sedikit kericuhan. Massa aksi dari salah satu elemen mahasiswa membuat ricuh dengan melakukan provokasi kepada salah satu perwakilan. Hal tersebut dikarenakan saat penyampaian informasi mengenai PTN-BH, salah satu perwakilan elemen mahasiswa disela oleh Ketua Eksekutif Mahasiswa UB, Khoyrudin. Kericuhan pun kembali terjadi. Akhirnya, perwakilan tersebut memberikan pendapatnya mengenai informasi mengenai PTN-BH yang menyatakan bahwa perubahan status menjadi PTN-BH adalah hal yang wajar mengingat status PTN-BH yang sifatnya nasional. Tidak puas di situ, Khoyrudin menambahkan informasi tambahan yang sedikit berkontradiksi dengan apa yang disampaikan oleh perwakilan tersebut. Massa pun akhirnya kembali ricuh. Salah satu koordinator aksi kemudian segera menenangkan massa agar kembali tenang. Sekitar pukul 11.18, massa kembali tenang dan salah satu pihak aliansi membacakan nota kesepahaman. Adapun mengenai PTN-BH, rupanya pihak rektorat mengubah isi nota kesepahaman tentang hal tersebut. Pernyataan yang awalnya tertulis "Menolak PTN-BH" dirubah menjadi "Transparasi persiapan (hearing dan pelibatan mahasiswa) berkaitan PTN-BH". Untuk menindak lanjuti kasus PTN-BH ini, aliansi akan kembali mengkaji serta mengumpulkan data terkait PTN-BH lalu melakukan pertemuan dengan pihak rektorat untuk membahas masalah PTN-BH. Pihak rektorat nantinya akan memfasilitasi ke Dirjen Dikti untuk melakukan penolakan terkait status PTN-BH.
 
"Masalah-masalah di Universitas Brawijaya masih menggunung, terutama masalah PTN-BH. Oleh karena itu, masih perlu banyak perbaikan yang dilakukan oleh pihak rektorat," tutur salah satu peserta aksi.
 
Jika aksi penolakan PTN-BH ini tidak berhasil, bagaimanakah nasib dari kampus UB terkhusus mahasiswa-mahasiswa yang berada di golongan menengah ke bawah? Sanggupkah mereka membiayai perkuliahan?  Seperti inikah model dari kapitalisasi pendidikan? (gpw/adn)

0 Komentar

© Copyright 2022 - LPM basic FMIPA UB