Terkini

Sebelum kita melukis peradaban,  kita adalah tanah yang mencintai akar.  Ranum asih tak terapal hanya dari bibir,  tapi dari laku yang mengecup kelapangan. Meringkuk tubuh pada syukur sujud,  memeluk rumput yang tak pernah kering dibasuh warna hijau Tuhan— tempat mata menakar pandang  hanya pada kedamaian,  hanya pada kepermaian.

Setelah datang musim pemburu terkenang habis sebatang bakau riuh. Telinga yang telah lekat dengan kicauan, alunan deburan,  hingga deru mesin kapal pemecah sunyi malam.

/Prakata/ Sebermula kami dapati nafsu rengkah di bumi mutiara hitam dada kami tak lagi resah menghadang bahala akan bayang-bayang distopia yang dapat kapan saja menumpahkan apokaliptik dan kecahkan digdaya alam hingga tak lagi tersisa sezarah pun masa depan kami temui.

Berita

Penghitungan suara berlangsung setelah proses e-vote pada hari yang sama. Berdasarkan hasil final, paslon nomor urut 1 memperoleh ...

Faizarrahman juga menjelaskan bahwa panitia sempat menghadapi beberapa kendala teknis akibat penggunaan sistem pemilihan berbasis web milik (Pemilihan ...

Senin (24/11/2025), Kampanye Bersama Pemilihan Mahasiswa (Pemilwa) Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA) dilaksanakan setelah agenda sebelumnya, ...

Debat Terbuka Pemilihan Mahasiswa (Pemilwa) Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA) digelar pada Kamis (20/11/2025) di Gedung ...

Bacalah!

Tulisan Favorit Pembaca

Kehidupan Lengkara Putri Langit, seorang gadis remaja yang menghadapi berbagai konflik dalam hidupnya setelah memiliki keluarga baru dan kehadiran saudara tiri yang antagonis. Pada cerita ini Lengkara selalu dituntut oleh ayahnya untuk mendapatkan nilai yang sempurna. Namun, ayahnya sama sekali tidak pernah mengapresiasi hasil yang didapatkan oleh Lengkara justru ayahnya terus memarahi Lengkara karana menurut ayahnya nilai yang didapatkan oleh Lengkara belum sempurna seperti yang diharapkan ayahnya.

Bacaan Khusus

Di tengah masyarakat Indonesia yang religius, ateis dan non-agama masih terpinggirkan dan tertindas. Mereka berjuang ...

Opini

Menjadi content creator di masa sekarang menjadi peluang tersendiri bagi banyak orang. Banyaknya platform media sosial menjadikan pekerjaan ini semakin digandrungi. Meskipun demikian, menjadi content creator juga memiliki banyak kendalanya tersendiri.

Serangan di Gaza semakin meningkat sejak serangan Hamas ke Israel pada Oktober 2023 memicu balasan Israel yang menyebabkan krisis kemanusiaan. Dukungan global untuk Palestina menguat dengan tagar 'All Eyes on Rafah' di media sosial, menyoroti serangan Israel terhadap warga sipil. Meskipun Mahkamah Internasional meminta untuk menghentikan genosida, Israel tetap melanjutkan tindakannya.

Paradigma pendidikan yang menitikberatkan pada pencarian kerja perlu dipertanyakan. Sistem pendidikan ala Prusia dikhawatirkan dapat mematikan rasa ingin tahu dan kritis siswa

Terkini

Satwa dan puspa teman kehidupan Mereka pupus napas kita tertahan Hiduplah berdampingan tanpa mengacaukan Berhenti merusak ciptaan Tuhan

Lintang–gadis remaja pengantar kopi–akhirnya muncul kembali. Berjalan pelan-pelan menuntun Kaki Buyut, sosok yang dinanti dua belas tamu pria. Tiga kursi mahoni langsung lega ketika mereka berdiri, lalu bergantian menyalami secara takzim. Setelah Kaki Buyut melungguh, Lintang memisahkan diri menuju tikar, bersimpuh menghadap televisi.

Tahun-tahun berlalu seperti dedaunan yang gugur. Kunjungan mereka mulai jarang. Sekali sebulan, lalu sekali setahun, hingga akhirnya berhenti sama sekali. Aku menunggu. Rafflesia-ku mekar dan layu tanpa saksi. Burung-burungku bernyanyi tanpa pendengar. Aku meyakinkan diri bahwa mereka akan kembali.

Cendrawasih itu kebingungan, memikirkan apa yang terjadi dalam benaknya. Kebingungan itu berubah menjadi keterkejutan setelah kesadaran datang kepadanya. Ini bukan yang pertama kalinya, bukan juga kedua kalinya, melainkan ini adalah yang ketiga kalinya. Jantungnya berdegup kencang, Cendrawasih itu bangun dan mengepakkan sayapnya untuk terbang mencari kebenaran keadaannya saat ini. Dalam keheningan di udara ia mencoba mengingat apa yang terjadi. Semakin ia mencoba untuk mengingat semakin rendah terbangnya. Cendrawasih itu mulai mengingat, ingatan pertama langsung menyeretnya untuk kembali ke kehidupan yang ia jalani. 

Pulau Haruku, mutiara yang terapung di pelukan Kepulauan Maluku, adalah sepotong surga yang dibentuk oleh tangan waktu dan dijaga oleh nyanyian laut. Airnya sebening kristal, memantulkan tarian cahaya matahari yang jatuh lembut di permukaan. Di bawahnya, terumbu karang berkilauan, membentuk istana bawah laut bagi kawanan ikan yang berenang seperti serpihan pelangi. Penyu hijau melintas anggun, sementara kuda laut menari di antara anemon yang bergoyang anggun. Hutan bakau melindungi pantai, akar-akar mereka menjuntai seperti tangan yang merangkul laut.

Sebagai pohon jati yang menghuni hutan di lereng pegunungan, aksi tewas-menewaskan ini lazim terjadi. Namun, sebagai seorang anak pohon jati, aku tetap sedih. Bagaimanapun, mereka keluargaku. Sama seperti anak-anak penduduk desa yang pulang ke pangkuan orang tua saat matahari mulai tenggelam. Meski aku tidak bisa memeluk Bapak maupun Ibu, aku juga tetap butuh kehadiran mereka. Tapi, Ibu bilang jangan terlalu sedih. Bapak dan Ibu serta mayat lain yang digotong jiwa-jiwa kami tidak akan berakhir sia-sia. Selamanya, kami tidak akan mati sia-sia. Kami bisa berguna untuk mengisi rumah-rumah mereka, bermanfaat untuk mereka. Lagi pula, kami hidup juga karena mereka. Tanpa seleksi mereka, kami akan semakin rakus, membiarkan yang lain membusuk karena kekurangan makanan. Kami bisa jadi monster untuk satu sama lain. Jadi, kami tidak bisa hidup tanpa manusia, begitu pun sebaliknya. Kami adalah jiwa-jiwa mereka. Mereka adalah jiwa-jiwa kami.

Justru hal-hal sederhana itulah yang kadang lebih menghantam: cara seseorang memandang kekacauan hidupnya, cara ia merawat luka, dan cara ia memilih mengambil kendali kembali atau kehilangan semuanya. Hingga episode yang sudah tayang, The Manipulated menggambarkan itu dengan begitu sunyi dan telak.

Penghitungan suara berlangsung setelah proses e-vote pada hari yang sama. Berdasarkan hasil final, paslon nomor urut 1 memperoleh 555 suara, disusul paslon nomor urut 2, Muhammad Maqdis Pilatya dan Amirul Mu’minin, dengan 327,75 suara, serta 73 suara abstain. Angka desimal diperoleh karena adanya pemotongan suara sebesar 5% atas pelanggaran kampanye yang dilakukan saat masa tenang.

Faizarrahman juga menjelaskan bahwa panitia sempat menghadapi beberapa kendala teknis akibat penggunaan sistem pemilihan berbasis web milik (Pemilihan Mahasiswa Raya) PEMIRA UB. “Beberapa problem sempat terjadi terkait paslon dari fakultas lain yang masuk ke server kita ataupun waktu yang tiba-tiba terpotong sehingga terhitung abstain, tapi itu bisa langsung ditangani (Direktorat Teknologi Informasi dan Komunikasi) DTIK,” ungkapnya.

Buletin ini kami susun untuk menghadirkan gambaran utuh mengenai kontestasi PEMILWA FMIPA UB 2025. Kami berharap sajian berita, liputan utama, dan analisis di dalamnya dapat membantu warga MIPA melihat isu-isu fundamental yang selama ini tersembunyi di balik dinamika organisasi. Lebih dari itu, kami ingin mendorong seluruh mahasiswa untuk menyadari bahwa suara mereka bukan sekadar angka dalam e-vote , tetapi bentuk kesadaran politik yang menentukan arah perubahan di FMIPA.

Senin (24/11/2025), Kampanye Bersama Pemilihan Mahasiswa (Pemilwa) Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA) dilaksanakan setelah agenda sebelumnya, yakni Fit and Proper Test pada Minggu (23/11/2025). Kampanye Pemilwa berlangsung di beberapa lokasi, di antaranya Meja Abu-abu (Mebu), Di bawah Pohon Rindang (DPR) Biologi, Gazebo Fisika, Selasar Kimia, dan Gazebo Matematika & Statistika.

Aku hidup dalam lingkaran yang rapi, terlalu rapi sampai rasanya seperti sangkar. Nilai-nilai baik kupasang seperti topeng, tapi di baliknya, aku kosong seperti halaman buku yang belum ditulis.

Ibarat pisau yang mengukir batang pohon Begitulah jejakmu dalam hatiku Tiap goresan menjadi alasan,  mengapa ku terus merindu.

Debat Terbuka Pemilihan Mahasiswa (Pemilwa) Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA) digelar pada Kamis (20/11/2025) di Gedung MIPA Center 1.1 (Banquet Room). Kegiatan ini merupakan salah satu rangkaian acara Pemilwa FMIPA 2025 sebelum pemilihan pada Kamis (27/11/2025). 

Langkahmu mungkin tertatih Namun hatimu berlari lebih cepat dari mimpi Orang berkata kau berbeda Tapi bukankah pelangi pun indah karena warnannya tak sama?

Matahari sore mulai datang, siang berganti malam. Aku menggigil di atas tikar tipis. Dari luar rumah, suara anjing liar melolong—panjang, sepi, membuat bulu kudukku berdiri. Aku tarik selimut lusuh sampai dagu, tapi dingin tetap menusuk tulang dan angin masuk lewat celah-celah dinding bambu. "Ya Allah," lirihku pelan, "tolong Ibu dapat uang pinjaman besok. Tolong gorengan Ibu laku banyak... biar aku bisa ikut karya wisata."